Rabu, 06 Agustus 2008

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN SHORINJI KEMPO

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN “KEMPO” DI INDONESIA
ILMU BELA DIRI TERTUA BERSUMBER PADA ZEN BUDHISME 
“TAKLUKANLAH DIRIMU SEBELUMMENAKLUKAN 
ORANG LAIN”


Shorinji kempo berasal daripada perkataan sho = hutan, rin = bambu, ji = kuil, ken = aturan. Kalau kempo bermakna "jalan hidup", erti ini merupakan penjelasan dari sempai saya yang pernah ke Jepun.

          "KASIH SAYANG TANPA KEKUATAN ADALAH KELEMAHAN"
"KEKUATAN TANPA KASIH SAYANG ADALAH KEZALIMAN"
(DOKTRIN SHORINJI KEMPO)
            

Banteng dikaruniai tanduk, beruang dengan cakarnya dan sebagainya. Bagaimana dengan manusia? Manusia tidak mempunyai alat seperti itu, tetapi dikaruniai pikiran dan otak yang lebih sempurna. Oleh karena itu manusia pun haruslah mencari akal untuk membela diri
            
Di bawah ini kami ceritakan sedikit tentang cara/ilmu bela diri yang dikenal dengan nama Shorinji Kempo. Shorinji Kempo dalam bahasa Tionghoa sering dieja dengan sebutan Siu Lim Pai Kun Fu, di mana sering kita sudah terbawa asyik oleh teknik-teknik yang mentakjubkan, melalui cerita-cerita silat kuno.

1.         KEMPO DAN BUDHISME
             
Seketika orang berkesimpulan, bahwa ilmu bela diri Kempo berasal dari dataran Tiongkok (China). Namun, anggapan semua ini tidaklah semua benar. Kira-kira tahun 550 SM, Pendeta Budha ke-28, yang bernama DHARMA TAISHI, pindah dari tempat tinggalnya di Baramon (india) ke daratan Tiongkok. Ia menetap disebuah kuil yang bernama SIAUW LIEM SIE atau yang dikenal kemudian dengan sebutan SHORINJI yang terletak di propinsi KWA NAM.
Selama dalam perjalanan dan pengembaraannya, Dharma Taishi juga menyebarkan agama Budha. Dalam tugasnya ini tidak sedikit tantangan, ancaman, hinaan yang dialaminya. Bahkan nyaris merenggut jiwanya. Dari pengalaman-pengalaman itu, timbullah anggapan dalam dirinya bahwa seorang calon Bikshu sebaiknya juga melatih ketahanan jasmaninya, di samping membersihkan rohaninya untuk mencapai NIrwana dengan bersemedi.
Hidup adalah suatu struggle, suatu perjuangan! Demikianlah telah menjadi hokum alam. Untuk dapat survive di alam yang fana ini, Tuhan telah mentakdirkan memberikan alat-alat mempertahankan diri kepada makhluk ciptaannya. Dalam ajaran Agama Budha, dikatakan bahwa hidup itu berasal dari “Kosong” atau “Tiada”. Namun oleh Dharma Taishi dilengkapinya, bahwa tidak ada gunanya menjadi “Kosong” atau ”Suci” jika tidak dapat membela sesama manusia yang ditimpa kemalangan. Dharma Taishi atau yang bergelar pendeta Budha ke-28 selama di India pernah belajar INDO KEMPO (Silat India), dan karena tantangan-tantangan yang dihadapinya dalam pengembaraannya di Tiongkok, kemudian ia mempelajari pula berbagai aliran silat Tiongkok kuno. Selama 9 tahun ia bertapa, tekadnya menyusun suatu ilmu mempertahankan diri dan dimaksudkan sebagai syarat dan mata pelajaran bagi calon pendeta Budha.

Sejak itu, ilmu bela diri yang ditemukannya telah menjadi sebagian dari pendidikan keagamaan pada ZEN BUDHISME.

Dalam cerita silat klasik Tiongkok, sering dijumpai nama TATMO COWSU. Nama ini tidak lain adalah yang dimaksud Dharma Taishi sendiri, yang menciptakan seni bela diri SHORINJI KEMPO atau SIAW LIEM SIE KUNG-FU.
seni bela diri ini dilatih secara khusus kepada calon Bikshu didikannya, dan diajarkan secara rahasia dalam kuil Shorinji. Selain anggota tidak boleh melihat atau masuk ke dalam kuil. Namun keampuhan seni bela diri ciptaannya itu dengan cepat pula menjadi buah bibir masyarakat sekitarnya, bahkan menjalar secara luas didataran Tiongkok.

2.         FALSAFAH KEMPO
           
Karena seni bela diri KEMPO waktu itu menjadi sebagian dari latihan bagi para calon Bikshu, dengan sendirinya ilmu itu harus mempunyai dasar Falsafah yang kuat. Dengan dilandasi ajaran Budha yang dilarang membunuh dan menyakiti maka pada semua KENSHI (Pemain Kempo) dilarang untuk menyerang terlebih dulu sebelum diserang. Hal ini juga menjadi doktrin kempo, bahwa “PERANGILAH DIRIMU SEBELUM MEMERANGI ORANG LAIN”, serta “KASIH SAYANG TANPA KEKUATAN ADALAH KELEMAHAN, KEKUATAN TANPA KASIH SAYNG ADALAH KEZALIMAN ”
          
Cukup lama sejak meletusnya Perang Boxer, nama Shorinji Kempo menghilang. Bahkan di Tiongkok sendiri, ketika kaum KUN CHAN TANG (Partai Komunis Tiongkok) berkuasa, Kempo juga mengalami kemunduran (Set back). Gerak/teknik Kempo yang diperbolehkan muncul ketika itu hanyalah yang menyerupai senam belaka (TAI KYO-KUEN).
Berdasarkan Doktrin ini, mempengaruhi pula susunan teknik bela diri Kempo, sehingga gerakan-gerakan teknik selalu dimulai dengan mengelak/menangkis serangan dulu, baru kemudian membalas. Selanjutnya disesuaikan/ditingkatkan menurut kebutuhannya, yaitu menurut keadaan serangan lawan. Artinya bila lawan itu sedang dalam keadaan khilaf, cukup dielakkan saja dan seterusnya. Dharma selalu mengajarkan bahwa disamping dilarang menyerang, juga tidak selalu setiap serangan itu dibalas dengan kekerasan.
Demikianlah, dalam ilmu Kempo itu lahirlah apa yang berbentuk mengelak saja, cukup menekukkan bagian-bagian badan lawan, kemudian mengunci dan apabila terpaksa barulah dilakukan serangan penghancuran titik-titik lemah lawan, berupa tendangan, pukulan, sikutan dan sebagainya. Bentuk pertama dikenal sebagai JUHO dan berikutnya dikenal sebagai GOHO.
            
Untuk itu bagi setiap Kenshi diharuskan menguasai Teknik GOHO (keras) dan JUHO (Lunak), artinya tidak dibenarkan apabila hanya mementingkan pukulan, tendangan saja, dan melupakan bantingan dan lipatan-lipatan. 

3.         AKIBAT PERANG BOXER DI TIONGKOK



SHORINJI KEMPO sendiri mengalami perkembangan pesat di daratan Tiongkok. Pengikutnya kian bertambah banyak. Sebab itu Shorinji Kempo kian berpengaruh dalam masyarakat Tiongkok. Di awal abad XX, yakni di tahun 1900-1991, di Tiongkok meletuslah perlawanan rakyat menentang masuknya Kolonialisme Barat. Dan banyak pengikut Shorinji Kempo melibatkan diri dengan perlawanan rakyat. Pemberontakan di awal abad XX tersebut akhirnya menjadi suatu pergerakkan nasional dan disokong oleh Ratu TZE-SJI, yang juga ingin membersihkan tanah airnya dari penjajahan bangsa Barat.
            
Dengan mengerahkan bantuan yang besar dan juga mempergunakan peralatan perang yang mutakhir, pihak Kolonialisme Barat akhirnya mampu mematahkan perlawanan rakyat Tiongkok. Perang yang menelan jutaan korban itu terkenal dengan sebutan “PERANG BOXER”. Dan oleh Kolonialisme Barat, pengikut-pengikut Dharma Taishi  dikejar dan dibunuh, organisasinya dilarang; kuil-kuil Shorinji dirusak dan dibakar.
Begitu pun, masih banyak pula pengikut-pengikut Shorinji Kempo dan juga Bikshu-bikshu yang sempat meloloskan diri dari kejaran pasukan penjajah. Kebanyakkan dari mereka yang meloloskan diri tersebut masih berusia muda,dan belum menguasai seni bela diri yang diwariskan oleh Dharma Taishi tersebut. Kebanyakkan mereka melarikan diri ke arah timur dan selatan, dan mengajarkan aliran Shorinji Kempo yang mereka kuasai kepada pedagang-pedagang dari Okinawa, Taiwan dan juga Muangthai. Karena tidak terorganisasinya kesatuan, maka Shorinji mulai membentuk seni bela diri baru. Mereka yang melarikan diri ke Muangthai dengan hanya menguasai teknik GOHO (memukul, menendang dan menangkis), mempengaruhi seni bela diri yang ada di daerah tersebut. Maka muncullah apa yang disebut “THAI BOXING”. Dalam gerakan seni bela diri ini mirip sekali dengan gerakan-gerakan yang ada di Kempo (sifat GOHO-nya). Ajaran Shorinji, terutama teknik GOHO, juga mempengaruhi seni bela diri yang ada di Okinawa (pulau ujung sebelah selatan jepang). Maka di Okinawa timbullah seni bela diri  yang dinamakan OKINAWATE (kemudian dikenal sebagai KARATE).

Mereka yang melarikan diri ke kepulauan Jepang lainnya, dan menguasai teknik JUHO (Lunak), juga mempengaruhi seni bela diri yang ada di daerah-daerah tersebut. Dari JUHO kemudian muncullah seni bela diri JU-JIT-SU (JU berarti halus, lenting, fleksibel). Juga lahirlah dari teknik JUHO seni bela diri AIKIDO dan JUDO. Maka tidaklah heran, walaupun Kempo baru mulai bangkit kembali setelah Perang Dunia II, setelah menghilang beberapa waktu lamanya namun aliran-aliran seni bela diri lainnya tesebuttetap bersumber dari Shorinji Kempo, sebagai seni Bela Diri tertua.

PERKEMBANGAN KEMPO SETELAH PERANG DUNIA KE-II
             
Dalam perkembangan selanjutnya, dapatlah dikatakn bahwa Shorinji Kempo baru bangkit kembali di jepang seusai Perang Dunia II, dan dalam waktu relatif singkat seni bela diri ini menyebar luas tidak saja di Jepang, bahkan di seluruh dunia.
            Seorang pemuda jepang bernama SO DOSHIN dikirim ke Tiongkok dalam pasukan ekspedisi tentara Jepang ke Manchuria pada yahun 1928. SO DOSHIN yang tak sepaham dengan cara-cara penjajahana Jepang, kemudian melarikan diri dengan induk pasukannya dan mengembara di daratan Tiongkok.
Dalam pengembaraannya, ia bertemu dengan seorang pendeta Budha yang akhirnya membawanya ke Kuil SIAUW LIEM SIE. Kuil ini telah diperbaiki oleh penerus-penerus Dharma Taishi, setelah dimusnahkan oleh Kolonialisme dalam perang Boxer.
Di kuil Shorinji ini, So Doshin akhirnya mempelajari ilmu Shorinji Kempo, langsung di bawah asuhan Mahaguru (Sihang) ke-20, yaitu WEN TAY SON. Dengan tekun ia berlatih dank arena kesetiaan dan penguasaannya yang sempurna akan Shorinji Kempo, maka So Doshin diberi penghargaan tertinggi menjadi Mahaguru ke-21, dan diperbolehkan meninggalkan kuil Shorinji untuk meneruskan ajaran Kempo di dataran Jepang (Tanah Airnya).

Tahun 1945, setelah 17 tahun menggembleng dirinya di kuil Shorinji Kempo, So Doshi yang telah bergelar Sihang ke-21 kembali ke Jepang.
Di Jepang ia membuat DOJO (tempat latihan) sendiri. Ia memilih tempat di kota  TADOTSU, yang terletak di Propinsi  KAGAWA, di pulau SHIKOKU, yang kemudian terkenal sebagai  pusat Shorinji Kempo. Murid-muridnya mulai berdatangan di DOJO-nya, tidak saja dari daerah sekitarnya, juga dari daerah-daerah lain di Jepang, vahkan dari luar Jepang sendiri (terutama mahasiswa-mahasiswa asing yang sedang belajar di Jepang), Sihang ke-21 ini seperti halnya yang dialami dirinya, juga menempa murid-muridnya dengan disiplin yang keras. Namun, dibalik berbagai gemblengan fisik dan mental yang keras, Guru Besar Shorinji Kempo ini tetap menempatkan seni bela diri Kempo sebagai pengayom hati  dan jiwa dengan penuh rasa damai dan welas-asih bagi para kenshi-nya.

Sebab itu, lambing Organisasi Shorinji Kempo menggunakan lambing Agama Budha “MANJI”. Yaitu  semacam tanda Swastika yang berputar ke kiri, yang berarti “KASIH SAYANG DAN KEKUATAN”. Dan ini sesuai dengan Doktrin Shorinji : ”Kasih Sayang Tanpa Kekuatan Adalah Kelemahan, Kekuatan Tanpa Kasih Sayang Adalah Kezaliman”. Dan dalam tindakan sehari-hari sering diartikan, dimana ada Kekuatan harus ada Kebijaksanaan, dan Kebijaksanaan harus disertai Kekuatan.

Telp : 0852 4830 7534
E-Mail : syaipul.fadilah@gmail.com
     

1 komentar:

vahid mengatakan...

41salam bro...
how are u?
if u like some times write in english.
takecare + goodluck
vahid.